Pengertian Jujur

Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Kajian tentang sikap jujur berada dalam domain Psikologi Sosial. Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur tersebut. Dengan memahami makna kata jujur ini  maka mereka akan dapat menyikapi berbagai tindakan secara baik. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar. Indikator kearah itu sangat mudah ditemukan yakni   masih saja banyak orang belum jujur  jika dibandingkan dengan orang  yang telah jujur.  Yang lebih berbahaya lagi adalah ada orang yang ingin dan selalu bersikap jujur, tapi mereka belum sepenuhnya tahu apa-apa saja sikap yang termasuk kategori jujur. Berikut ini saya akan mencoba memberikan penjelasan  sebatas kemampuan  saya tentang makna dari kata jujur ini.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Jika ada seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka orang itu akan memperoleh  gambaran tentang  sesuatu  atau fenomena tersebut. Jika  orang  itu  menceritakan informasi tentang  gambaran  tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Sesuatu atau fenomena yang dihadapi  tentu  saja apa yang ada pada diri sendiri atau di luar diri sendiri. Misalnya keadaan atau kondisi tubuh, pekerjaan yang telah atau sedang dikerjakan serta  yang akan dilakukan. Sesuatu yang diamati juga dapat   mengenai benda, sifat dari benda tersebut atau bentuk  maupun modelnya. Fenomena yang diamati boleh saja yang berupa suatu peristiwa, tata hubungan sesuatu dengan lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan apa saja yang ada dan apa saja yang terjadi. Jika gambaran dari pengamatan itu kita ceritakan kepada orang lain tanpa ada perubahan sedikitpun, peristiwa itulah atau keadaan itulah yang dinyatakan sebagai jujur. Boleh juga dikatakan jujur sebagai upaya agar perkataan selalu sinkron dengan realitas.
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang memberikan berita atau informasi sebelum terjadinya peristiwa atau fenomena. Misalnya seseorang mengatakan dia akan hadir dalam pertemuan  di sebuah gedung bulan depan pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan. Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat yang telah di diucapkannya maka  orang itu dinyatakan (diakui) sebagai orang yang bersikap jujur. Dengan kata lain jujur juga berkaitan dengan janji. Disini   jujur  berarti mencocokkan atau menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan dengan realisasi (fenomena yang menjadi kenyataan). Dengan kata lain menepati janji merupakan salah satu indikator jujur.
Mungkin kita pernah melihat atau memperhatikan  Tukang  bekerja. Dia bekerja berdasarkan sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis atau tidak) ada ketentuan sebuah perbandingan yakni  3 : 5. Tapi dalam pelaksanaan kerja Tukang tersebut tidak mengikuti angka perbandingan itu, dia  membuat perbandingan yang lain yakni 3 : 6,  Peristiwa ini jelas memperlihatkan si  Tukang  tidak mengikuti ketentuan yang ada dalam pedoman kerja. Dengan demikian berarti si Tukang tidak bersikap  jujur. Dalam kasus ini sang Tukang tidak berusaha menyesuaikan  informasi yang ada dengan fenomena (tindakan yang  dilaksanakan ). Hal yang seperti itu juga disebut dusta.
Kejujuran juga bersangkutan dengan  pengakuan. Dalam hal ini kita ambil contoh , orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan informasi, bahwa …. orang pertama sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah  Cristofer Colombus… Padahal menurut informasi sejarah yang berkembang, sebelum Colombus mendarat di Benua Amerika telah ada di sana suku bangsa yang mendiami atau menetap di sana, yakni suku Indian. Di lain cerita juga di muat dalam sejarah bahwa sebelumnya (Cristofer Colombus) telah sampai kesana armada Laksamana Cheng Ho dari Negeri China. Artinya apa,  tidak ada pengakuan oleh orang yang baru datang. Orang Eropa tidak jujur, karena tidak mengakui bahwa suku Indian adalah manusia seperti mereka juga. Demikian juga mereka tidak mengakui Laksamana Cheng Ho, karena merasa superior (barangkali). Demikian pula sejarah Cheng Ho yang ditulis juga tidak jujur jika dikaitkan dengan suku Indian. Dalam hal ini kita  melihat persoalan ketidak sesuaian antara fenomena (realitas) dengan informasi yang disampaikan. Atau tidak ada pengakuan terhadap realitas. Inilah disebut sikap ” tidak jujur ” (bohong).
Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan, bahwa   apa yang disebut dengan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokkan  antara  Informasi (ucapan dan aturan) dengan fenomena atau realitas. Dalam agama Islam sikap seperti  inilah yang dinamakan  shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai  tak terhingga. Karena semua sikap yang baik selalu bersumber pada “kejujuran “.
Sekaitan dengan hal itu Rasulullah bersabda

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ. فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَىٰ الْبِرِّ. وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَىٰ الْجَنَّةِ (رواه مسلم)

Hendaknya kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan kalian kepada kebajikan. Dan kebajikan itu menunjukkan kalian jalan ke surga. (HR. Muslim)