“(Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
senantiasa cemas dan khawatir akan (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)
Ayat ini merupakan salah satu dari 12 ayat yang berbicara tentang urgensi dan keutamaan sikap hati-hati, waspada, mawas diri –yang disebut Alquran dengan istilah “al-hadzar”. Sikap itu merupakan “akhlaqul
quran” yang sepatutnya dimiliki oleh mereka yang mengaku berakal (ulul albab). Sikap itu juga merupakan impelementasi dari kesyukuran seorang hamba atas segala nikmat yang lahir maupun yang batin. “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20)
Penjelasan tentang ayat ini bisa kita temukan dalam sebuah hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. Anas menceritakan, suatu hari Rasulullah melayat seseorang yang akan meninggal dunia. Rasulullah bertanya kepada orang itu, “Bagaimana kamu mendapatkan dirimu sekarang?” Ia menjawab, “Aku dalam keadaan harap dan cemas.” Mendengar jawaban laki-laki itu, Rasulullah bersabda, “Tidaklah berkumpul dalam diri seseorang dua perasaan ini, melainkan Allah akan memberikan apa yang dia harapkan dan menenangkannya dari apa yang ia cemaskan.” (HR. At-Tirmidzi dan Nasa’i).
Berkenaan dengan penjelasan tentang ayat di atas juga, Abdullah bin Umar ra seperti dinukil oleh Ibnu Katsir dengan tegas menyatakan bahwa orang yang dimaksud oleh ayat di atas adalah Utsman bin Affan. Kesaksian Ibnu Umar tersebut terbukti dari pribadi Utsman bahwa ia termasuk sahabat yang paling banyak bacaan Alquran dan sholat malamnya. Sampai Abu Ubaidah meriwayatkan bahwa Utsman terkadang mengkhatamkan bacaan Alquran dalam satu rakaat dari qiyamul lailnya. Sungguh satu tingkat kewaspadaan hamba Allah yang tertinggi bahwa ia senantiasa khawatir dan cemas akan murka dan ancaman azab Allah swt. dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pengabdian kepadaNya.
Begitulah semestinya, kewaspadaan dan kecemasan kita selalu tentang murka dan azab Allah swt, tidak tentang urusan duniawi. Allah swt. berfirman, “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah.”(QS. Al-Ma’idah: 92). Berhati-hati yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari sikap hadzar. Sikap ini akan menuntut seseorang untuk lebih mentaati Allah dan RasulNya. Dan ketaatan kepada Allah dan RasulNya akan memberi pengaruh yang besar kepada pelakunya untuk senantiasa bersikap hadzar dan menghindar dari segala bentuk penyelewengan dan penentangan terhadap ajaran Allah dan RasulNya.
Secara global, berdasarkan analisis terhadap ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang hadzar, terdapat dua hal yang dituntut dari kita untuk senantiasa berhati-hati, selalu waspada dan mawas diri. Pertama, waspada dan mawas diri dari segala bentuk kemaksiatan agar terhindar dari murka dan azab Allah. Kedua, waspada dan berhati-hati terhadap musuh, baik musuh yang nyata maupun musuh yang tidak nyata.
Terdapat lima ayat yang berbicara tentang bentuk hadzar yang pertama. Masing-masing dari kelima ayat itu memberi peringatan kepada setiap manusia agar senantiasa mawas diri dan berhati-hati dalam bertindak dan berprilaku agar terhindar dari ancaman azab dan hukuman Allah swt. Allah mengingatkan, “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin sekiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu agar mawas diri terhadap siksa-Nya. Dan Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.”(QS. Ali Imran: 30). Lebih tegas lagi Allah mengingatkan, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu berhati-hati dan waspada akan ditimpa cobaan (fitnah) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63). Betapa masih banyak yang kita lakukan justru mengundang datangnya murka dan azab Allah swt. dengan beragam bentuk penyelewengan moral, penodaan akan kesucian agama, dan pelecehan akan ajaran-ajaranNya. Terkadang tidak sedikitpun dari peringatan Allah membuat kita bersikap lebih hadzar lagi dalam bertindak dan berprilaku.
Tuntutan hadzar yang kedua sangat relevan dengan kondisi dunia Islam saat ini yang menjadi rebutan para agresor. Sungguh, peringatan Allah agar kita senantiasa meningkatkan kewaspadaan terhadap musuh-musuhNya, sangat layak untuk dicermati dan dijadikan landasan bagi setiap sikap dan tindakan kita. Bahkan, sejak awal Allah sudah memperingatkan RasulNya untuk dijadikan teladan. “Dan hendaklah kamu (Muhammad) memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (Ahli Kitab). Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Ma’idah: 49).
Begitu juga terhadap orang-orang munafik. Dengan tegas Allah memperingatkan RasulNya agar waspada dan berhati-hati terhadap kepalsuan dan makar mereka. “Dan apabila kamu melihat mereka (orang-orang munafik), tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Al-Munafiqun: 4)
Terlebih lagi terhadap mereka yang dengan terang-terangan memusuhi Islam. Allah mengingatkan orang-orang yang beriman agar senantiasa waspada dan berhati-hati, tidak mudah diperdaya, dan tidak menerima tawaran mereka dalam bentuk apapun. “Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama.” (QS. An-Nisa’: 71)
Ibnu katsir mengomentari ayat itu. Bahwa, perintah Allah agar bersikap hadzar terhadap musuh-musuhNya, menuntut agar umat Islam juga mempersiapkan diri dengan kelengkapan persenjataan dan barisan tentara yang siap maju ke medan perang sedini mungkin. Bahkan, ternyata sikap hadzar terhadap musuh-musuh Allah juga dituntut saat dalam keadaan sholat sekalipun. Karena, khawatir keadaan ini dimanfaatkan oleh mereka untuk menyerang sementara umat Islam dalam keadaan tidak siap siaga. “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang sholat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat, maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus”. (QS. An-Nisa’: 102).
Tentunya, masih segar dalam ingatan kita sederetan peristiwa yang relevan dengan ayat-ayat tentang hadzar yang menuntut kita agar lebih berhati-hati, waspada, dan mawas diri, baik terhadap segala bentuk kemaksiatan yang terjadi sekitar kita maupun terhadap musuh yang selalu mengintai. Betapa peringatan dan cobaan Allah justru datang saat kita lalai, saat kita terpesona dengan tarikan dunia, dan saat kita tidak menghiraukan ajaran-ajaranNya. Sebenarnya sudah cukup banyak peringatan Allah untuk kita waspadai agar cobaan Allah tidak terjadi kembali. Namun, memang hanya orang-orang yang selalu waspada seperti yang digambarkan dalam ayat di atas yang mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi. Saatnya kita lebih mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan dalam segala bentuknya agar terhindar dari fitnah dan azab Allah swt.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2006/12/14/agar-selalu-waspada/
Ayat ini merupakan salah satu dari 12 ayat yang berbicara tentang urgensi dan keutamaan sikap hati-hati, waspada, mawas diri –yang disebut Alquran dengan istilah “al-hadzar”. Sikap itu merupakan “akhlaqul
quran” yang sepatutnya dimiliki oleh mereka yang mengaku berakal (ulul albab). Sikap itu juga merupakan impelementasi dari kesyukuran seorang hamba atas segala nikmat yang lahir maupun yang batin. “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20)
Penjelasan tentang ayat ini bisa kita temukan dalam sebuah hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. Anas menceritakan, suatu hari Rasulullah melayat seseorang yang akan meninggal dunia. Rasulullah bertanya kepada orang itu, “Bagaimana kamu mendapatkan dirimu sekarang?” Ia menjawab, “Aku dalam keadaan harap dan cemas.” Mendengar jawaban laki-laki itu, Rasulullah bersabda, “Tidaklah berkumpul dalam diri seseorang dua perasaan ini, melainkan Allah akan memberikan apa yang dia harapkan dan menenangkannya dari apa yang ia cemaskan.” (HR. At-Tirmidzi dan Nasa’i).
Berkenaan dengan penjelasan tentang ayat di atas juga, Abdullah bin Umar ra seperti dinukil oleh Ibnu Katsir dengan tegas menyatakan bahwa orang yang dimaksud oleh ayat di atas adalah Utsman bin Affan. Kesaksian Ibnu Umar tersebut terbukti dari pribadi Utsman bahwa ia termasuk sahabat yang paling banyak bacaan Alquran dan sholat malamnya. Sampai Abu Ubaidah meriwayatkan bahwa Utsman terkadang mengkhatamkan bacaan Alquran dalam satu rakaat dari qiyamul lailnya. Sungguh satu tingkat kewaspadaan hamba Allah yang tertinggi bahwa ia senantiasa khawatir dan cemas akan murka dan ancaman azab Allah swt. dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pengabdian kepadaNya.
Begitulah semestinya, kewaspadaan dan kecemasan kita selalu tentang murka dan azab Allah swt, tidak tentang urusan duniawi. Allah swt. berfirman, “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah.”(QS. Al-Ma’idah: 92). Berhati-hati yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari sikap hadzar. Sikap ini akan menuntut seseorang untuk lebih mentaati Allah dan RasulNya. Dan ketaatan kepada Allah dan RasulNya akan memberi pengaruh yang besar kepada pelakunya untuk senantiasa bersikap hadzar dan menghindar dari segala bentuk penyelewengan dan penentangan terhadap ajaran Allah dan RasulNya.
Secara global, berdasarkan analisis terhadap ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang hadzar, terdapat dua hal yang dituntut dari kita untuk senantiasa berhati-hati, selalu waspada dan mawas diri. Pertama, waspada dan mawas diri dari segala bentuk kemaksiatan agar terhindar dari murka dan azab Allah. Kedua, waspada dan berhati-hati terhadap musuh, baik musuh yang nyata maupun musuh yang tidak nyata.
Terdapat lima ayat yang berbicara tentang bentuk hadzar yang pertama. Masing-masing dari kelima ayat itu memberi peringatan kepada setiap manusia agar senantiasa mawas diri dan berhati-hati dalam bertindak dan berprilaku agar terhindar dari ancaman azab dan hukuman Allah swt. Allah mengingatkan, “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin sekiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu agar mawas diri terhadap siksa-Nya. Dan Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.”(QS. Ali Imran: 30). Lebih tegas lagi Allah mengingatkan, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu berhati-hati dan waspada akan ditimpa cobaan (fitnah) atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63). Betapa masih banyak yang kita lakukan justru mengundang datangnya murka dan azab Allah swt. dengan beragam bentuk penyelewengan moral, penodaan akan kesucian agama, dan pelecehan akan ajaran-ajaranNya. Terkadang tidak sedikitpun dari peringatan Allah membuat kita bersikap lebih hadzar lagi dalam bertindak dan berprilaku.
Tuntutan hadzar yang kedua sangat relevan dengan kondisi dunia Islam saat ini yang menjadi rebutan para agresor. Sungguh, peringatan Allah agar kita senantiasa meningkatkan kewaspadaan terhadap musuh-musuhNya, sangat layak untuk dicermati dan dijadikan landasan bagi setiap sikap dan tindakan kita. Bahkan, sejak awal Allah sudah memperingatkan RasulNya untuk dijadikan teladan. “Dan hendaklah kamu (Muhammad) memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (Ahli Kitab). Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Ma’idah: 49).
Begitu juga terhadap orang-orang munafik. Dengan tegas Allah memperingatkan RasulNya agar waspada dan berhati-hati terhadap kepalsuan dan makar mereka. “Dan apabila kamu melihat mereka (orang-orang munafik), tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Al-Munafiqun: 4)
Terlebih lagi terhadap mereka yang dengan terang-terangan memusuhi Islam. Allah mengingatkan orang-orang yang beriman agar senantiasa waspada dan berhati-hati, tidak mudah diperdaya, dan tidak menerima tawaran mereka dalam bentuk apapun. “Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama.” (QS. An-Nisa’: 71)
Ibnu katsir mengomentari ayat itu. Bahwa, perintah Allah agar bersikap hadzar terhadap musuh-musuhNya, menuntut agar umat Islam juga mempersiapkan diri dengan kelengkapan persenjataan dan barisan tentara yang siap maju ke medan perang sedini mungkin. Bahkan, ternyata sikap hadzar terhadap musuh-musuh Allah juga dituntut saat dalam keadaan sholat sekalipun. Karena, khawatir keadaan ini dimanfaatkan oleh mereka untuk menyerang sementara umat Islam dalam keadaan tidak siap siaga. “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang sholat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat, maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus”. (QS. An-Nisa’: 102).
Tentunya, masih segar dalam ingatan kita sederetan peristiwa yang relevan dengan ayat-ayat tentang hadzar yang menuntut kita agar lebih berhati-hati, waspada, dan mawas diri, baik terhadap segala bentuk kemaksiatan yang terjadi sekitar kita maupun terhadap musuh yang selalu mengintai. Betapa peringatan dan cobaan Allah justru datang saat kita lalai, saat kita terpesona dengan tarikan dunia, dan saat kita tidak menghiraukan ajaran-ajaranNya. Sebenarnya sudah cukup banyak peringatan Allah untuk kita waspadai agar cobaan Allah tidak terjadi kembali. Namun, memang hanya orang-orang yang selalu waspada seperti yang digambarkan dalam ayat di atas yang mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi. Saatnya kita lebih mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan dalam segala bentuknya agar terhindar dari fitnah dan azab Allah swt.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2006/12/14/agar-selalu-waspada/